Rabu, 28 September 2011

Never Mind the Punk


OK, yang mengaku anak punk sejati, tahukah anda, siapa Adolph dan Thelma?

Saya agak terlambat memperoleh piringan hitam yang pertama kali saya dengar waktu SMP dalam kaset pinjaman yang kumal, album mahakarya Sex Pistols, Never Mind the Bollocks, yang sudah diulas Philips di blog sontoloyo berburuvinyl beberapa waktu lalu (klik di sini). Tapi kali ini saya ingin membahas Pistols dari sudut pandang lain: latar belakang sejarah bagaimana punk muncul.

Cara terbaik untuk menjawab pertanyaan seserius ini tentu dengan riset dan metodologi ilimaih yang memadai. Tapi kadang-kadang saya capek juga dengan metodologi yang ketat dan disiplin ini. Sesekali perlu juga melakukan spekulasi dengan ringan untuk senang-senang, tanpa pertanggungjawaban ilmiah yang berat, dan tanpa pretensi untuk mengubah sesuatu. Lagipula bukankah ini sekedar tulisan di sebuah media online semprul?

Karena namanya saja main-main, sumber informasi saya pun cuma satu: The Punk, novel pendek yang ditulis Gideon Sams, kitab suci kaum punk yang dicetak secara indie dan terbatas tahun 1977. Sams menulis novel ini saat berusia 14 tahun. Mati umur 26, ia, bersama Jim Morrison, Kurt Cobain, dan Soe Hok Gie, seakan kembali menegaskan bahwa hidup dengan H besar mungkin berakhir maksimal umur 27. Selebihnya, menyitir Chairil Anwar, hanya menunda kekalahan.


The Punk ditulis pada pertengahan 70 an, di London. Masa itu Inggris, dan negara-negara maju lainnya, setelah periode emas tahun 60 an, mengalami stagflasi. Lazimnya ada hubungan sejajar antara pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja dengan tingkat harga. Tapi kali ini ekonomi mandek, harga-harga naik. Pemerintah tak lagi sakti mempengaruhi besaran-besaran ekonomi makro.



Tokoh kita, Adolph anak punk, adalah bagian generasi yang sialnya masuk usia kerja pada tahun-tahun suram ini. Ia dan kawan-kawannya berada dalam situasi berbeda 180 derajat dengan generasi 60 an, -- generasi si Ned anggota The Teds, yang lebih berduit dan mampu bergaya dengan setelan Seville Row yang necis. Anak tunggal ini tinggal di apartemen butut berarsitektur membosankan di pinggiran London, gambaran demografi walaupun sebenarnya tidak ada ledakan angkatan kerja, kue ekonomi memang tidak ada, dan pemerintah tak becus mengurus perumahan publik.

Adolph hanya punya alternatif dua pekerjaan: menempelkan label di kemasan kaleng kacang polong di Tesco, jaringan pasar swalayan di Inggris yang bergaji kecil, atau asisten di tukang ikan yang bergaji sedikit lebih besar. Keduanya jelas bukan pekerjaan mentereng yang menjanjikan jet pribadi atau liburan di California. Ia memilih membantu tukang ikan.

Dalam situasi buram semacam ini ia melarikan diri ke The Damn, The Clash, dan Sex Pistols.

Dibesarkan di Inggris, masyarakat yang sangat sadar kelas, dunia menurutnya terbagi tiga berdasarkan jenis pengunjung yang mendatangi klub favoritnya, The Roxy, di kawasan Covent Garden, untuk menonton konser ulangtahun Sex Pistols. Pertama, orang-orang yang mengantri lama karena belum membeli tiket. Kedua, orang-orang yang mengantri sebentar karena sudah membeli tiket. Dan ketiga, orang-orang yang tidak mengantri karena sudah kondang alias selebritis. Atau dalam dalam bahasa politik: kelas proletar, kelas kapitalis, dan kelas sok proletar sosialis. Adolf menganggap dirinya bagian kelas yang pertama dan amat membenci yang ketiga.

Slavoj Zizek, filsuf post-Marxist, menyebut kelas ketiga ini liberal communist. Adolph, anak punk yang tentu saja bukan filsuf, menganggap mereka si munafik yang mengaku melawan sistem dan kapitalisme, tapi ujungnya menjadi kaya karenanya. Contohnya The Who, The Led Zeppelin, dan The Rolling Stones.

Tapi Adolph tak sepenuhnya membenci kapitalisme. Ia bukan bloody commie (baca: si komunis sialan) seperti tuduhan seorang tua patriotik berjas hitam dihiasi banyak medali yang berpapasan dengannya di jalan. Ia dengan ganjil bahkan memilih Hard Rock Cafe sebagai tempat kencan dan makan siang dengan Thelma, sang pacar. Tempat yang menghabiskan gajinya dan, menurutnya, makanannya tak enak. Hard Rock Cafe, kurang kapitalis apa tempat ini?

Dari kisah kasih (maafkan bahasanya) Adolph dan Thelma, kita tahu punk tak selamanya menjadi musik dan ideologi si miskin asisten tukang ikan. Pada perkembangannya, punk mulai diterima di kelas atasnya. Mula-mula oleh orang-orang semacam keluarga Thelma yang terpelajar dan tinggal di Pentonville Road, daerah yang, waktu itu, tertib. Seperti kata Thelma, si pemakai sepatu kets mahal merah jambu dengan garis kuning, ia merasa bosan dengan kemakmuran dan, barangkali, sikap (sok) intelektualitas publik tahun 60 an. Tadinya pacar si Ned, Thelma memutuskan menjadi punk bersama Adolph.

Dalam cerita, Adolph membunuh Ned yang gusar ditinggalkan Thelma. Akibatnya, mereka digebuki bekas anak buah Ned di The Teds. Thelma, yang memeluk Adolph yang luka parah, di ujung cerita, ditusuk seorang anggota perempuan The Teds. Tak jelas apakah keduanya mati, sebab cerita berakhir di sini, dan saya merasa teringat sesuatu.

Ya, betul, Romeo and Juliet versi punk.

Demikianlah sekelumit analisa sosiologis yang jauh dari ilmiah tentang punk. Tentu harus dibuktikan secara empiris, apakah teori jadi-jadian ini benar adanya. Misalnya, apakah pola yang sama terjadi pada komunitas punk di, katakanlah, Ujungberung.

Lalu apa peran album Never Mind the Bollocks? Ya tidak ada. Cuma Sex Pistols berkali-kali disebut dalam novel itu. Seperti dikisahkan Sams, Johnny Rotten, sewaktu naik ke panggung dan mengenali Mick Jagger dan rombongan pesohor lainnya di balkon The Roxy, berseru kepada mereka, “Wots this. Old farts gathering day?”

SEJARAH PUNK SKINHEAD

Saat ini di keseharian pasti sering menyaksikan sekelompok anak-anak muda di jalanan yang mempunyai penampilan “di luar kebiasaan”. Potongan rambut ”njegrak” dengan warna mencolok, kaus hitam dan jeans ketat yang lusuh, hampir seluruh tubuhnya dipenuhi aksesoris dan sepatu boots.

Kadang banyak di antara masyarakat yang mencemooh kebaradaan mereka, yang memang seringkali berbuat di luar kewajaran menurut pikiran orang 'biasa'. Mereka seringkali terlibat tawuran yang mematikan dan hal-hal ”nyleneh”. Mereka menyebut diri sebagai anak punk. Adakah keluarga atau anak-anak Anda sendiri yang menjadi bagian dari mereka?

Tak kenal maka tak sayang, mungkin itulah hal perlu dilakukan saat ini. Mengenal mereka dan mau tahu sedikit tentang siapa mereka. Setelah itu adalah hak Anda untuk bersikap bijak atas keberadaannya.

Sejarah Munculnya Punk Skinheads

Skinheads muncul di Inggris pada pertengahan sampai akhir tahun 60-an. Mereka lahir dari anak-anak muda kelas pekerja yang memiliki sebuah budaya kasar dan brutal. Mereka memotong rambut menjadi cepak atau bahkan botak dan menentukan fashion khas yang menurut mereka dianggap efisien dan cocok ketika mereka tawuran di jalanan.

Akhirnya mereka menamakan diri dengan skinheads yang kemudian berseberangan dengan kelompok anak muda yang berpenampilan rapi (disebut Mods).

Skinheads seringkali muncul di lapangan sepak bola dan mensupport tim kebanggaan mereka. Support dan kebanggaan yang fanatik inilah yang memicu pertikaian dengan suporter pihak lawan. Skinheads tak lain adalah hooligan (bonek) beringas Inggris dan mereka yang mengawali ”legenda kerusuhan sepak bola”.

Kegiatan malam hari Skinheads adalah nongkrong di klab-klab kecil daerah East End London dengan pakaian terbaik mereka. Berdansa dengan musik yang dibawa oleh imigran Jamaika, mulai dari ska, soul, bluebeat, blues Jamaika dan juga rocksteady. Mereka mabuk dan bercanda dengan sesamanya serta imigran Jamaika.

Mereka ini seringkali disebut sebagai Rudies (Rude Boy/Girl). Penggunaan kata rude di Jamaika berarti liar, kejam dan tidak peduli akan segala akibatnya. Setelah hampir 40 tahun dengan segala perkembangannya, kelompok ini sudah menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia sejak era 80-90an.

Idealisme dan Jalan Hidup Punk Skinheads

Do It Yourself itulah prinsip kelompok ini. Kandungan kalimat itu adalah paham Anarki, karena menurut mereka anarki adalah suatu paham ideal yang hampir semuanya terkait tentang pemberontakan menuju persamaan (derajat, jenis kelamin), kemanusiaan, feminisme yang menghormati segala bentuk kehidupan ini.

Punk adalah kelompok yang menentang multi-nasionalisme dimana orang suka mengeksploitasi sesuatu, polusi dan penderitaan sesamanya. Punk berfikir sebagai gerakan perubahan sosial yang berjuang hanya untuk kehidupan yang merdeka, selaras dan untuk sebuah alternatif gaya hidup, merdeka, tanpa negara, tanpa bendera, tanpa panji-panji dan tanpa batas.

Mereka menyatakan diri sebagai kemarahan yang lahir dari kehidupan sekitar yang penuh pandangan seksisme (pengistimewaan /pelecehan terhadap jenis kelamin tertentu), rasialisme, penindasan, kelaparan, penderitaan, kapitalisme dan perusakan lingkungan hidup yang tidak pernah dibicarakan oleh media dan orang-orang kebanyakan.

Punk Skinheads juga menyatakan diri sebagai gaya hidup, memperjuangkan idealisme yang mereka yakini, mencari pelarian, menikmati alkohol dan musik yang fun.

Perlu diperhatikan adalah landasan perilaku kelompok ini, yaitu:

  • Rebeis with a Cause (skinheads identik dengan violence, fight dan pemberontakan)
  • Bovver / Aggro (skins identik dengan ”jika kata-kata tidak bisa menyelesaikan maka kepalan tangan dan boot yang bicara”)
  • Get a Life (skins harus berkeyakinan kuat, optimis pada yang dilakukan dan inginkan, berjuang untuk bertahan hidup dan dinamis)
  • Crucilied Skins (tindakan mentato tubuh dengan lambang crucilied skins sebagai tanda keberhasilan menjadi skinheads selama 3-5 tahun dan telah berjuang mati-matian menghadapi hidup yang banyak tantangan, serangan dan cemoohan)

Rudies mendukung sejarah, cita-cita, penampilan dan nilai-nilai kultur asli skinheads serta menyesuaikan dengan lingkungan kebudayaan dan nasionalisme negara tempat mereka berada.

Skinheads is all about pride for your country, pride for your town and pride for yourself. Skinheads is all about have a fight, listening to good music, going to football matches, drinking and have some fun and laugh.

Demikian sedikit pengetahuan tentang siapa sekelompok anak muda nyentrik yang seringkali di jumpai. Itu jalan hidup yang mereka pilih dengan idealisme yang digenggam kuat.

Terlepas apakah itu pilihan salah atau benar, semua kembali pada Anda untuk bijak bersahaja memahami keberadaan mereka. Jika itu sebuah pilihan salah menurut Anda, tentunya bukan hanya cemoohan yang bisa dilontarkan pada mereka, tetapi apa yang bisa dilakukan untuk mereka.

Juga tidak bisa disalahkan ketika mereka berpikir bahwa pilihan mereka itu benar. Bersama marilah kita menengok kedalaman hati masing-masing untuk memandang segalanya dengan jernih.

SEJARAH PUNK SKINHEAD

Saat ini di keseharian pasti sering menyaksikan sekelompok anak-anak muda di jalanan yang mempunyai penampilan “di luar kebiasaan”. Potongan rambut ”njegrak” dengan warna mencolok, kaus hitam dan jeans ketat yang lusuh, hampir seluruh tubuhnya dipenuhi aksesoris dan sepatu boots.

Kadang banyak di antara masyarakat yang mencemooh kebaradaan mereka, yang memang seringkali berbuat di luar kewajaran menurut pikiran orang 'biasa'. Mereka seringkali terlibat tawuran yang mematikan dan hal-hal ”nyleneh”. Mereka menyebut diri sebagai anak punk. Adakah keluarga atau anak-anak Anda sendiri yang menjadi bagian dari mereka?

Tak kenal maka tak sayang, mungkin itulah hal perlu dilakukan saat ini. Mengenal mereka dan mau tahu sedikit tentang siapa mereka. Setelah itu adalah hak Anda untuk bersikap bijak atas keberadaannya.

Sejarah Munculnya Punk Skinheads

Skinheads muncul di Inggris pada pertengahan sampai akhir tahun 60-an. Mereka lahir dari anak-anak muda kelas pekerja yang memiliki sebuah budaya kasar dan brutal. Mereka memotong rambut menjadi cepak atau bahkan botak dan menentukan fashion khas yang menurut mereka dianggap efisien dan cocok ketika mereka tawuran di jalanan.

Akhirnya mereka menamakan diri dengan skinheads yang kemudian berseberangan dengan kelompok anak muda yang berpenampilan rapi (disebut Mods).

Skinheads seringkali muncul di lapangan sepak bola dan mensupport tim kebanggaan mereka. Support dan kebanggaan yang fanatik inilah yang memicu pertikaian dengan suporter pihak lawan. Skinheads tak lain adalah hooligan (bonek) beringas Inggris dan mereka yang mengawali ”legenda kerusuhan sepak bola”.

Kegiatan malam hari Skinheads adalah nongkrong di klab-klab kecil daerah East End London dengan pakaian terbaik mereka. Berdansa dengan musik yang dibawa oleh imigran Jamaika, mulai dari ska, soul, bluebeat, blues Jamaika dan juga rocksteady. Mereka mabuk dan bercanda dengan sesamanya serta imigran Jamaika.

Mereka ini seringkali disebut sebagai Rudies (Rude Boy/Girl). Penggunaan kata rude di Jamaika berarti liar, kejam dan tidak peduli akan segala akibatnya. Setelah hampir 40 tahun dengan segala perkembangannya, kelompok ini sudah menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia sejak era 80-90an.

Idealisme dan Jalan Hidup Punk Skinheads

Do It Yourself itulah prinsip kelompok ini. Kandungan kalimat itu adalah paham Anarki, karena menurut mereka anarki adalah suatu paham ideal yang hampir semuanya terkait tentang pemberontakan menuju persamaan (derajat, jenis kelamin), kemanusiaan, feminisme yang menghormati segala bentuk kehidupan ini.

Punk adalah kelompok yang menentang multi-nasionalisme dimana orang suka mengeksploitasi sesuatu, polusi dan penderitaan sesamanya. Punk berfikir sebagai gerakan perubahan sosial yang berjuang hanya untuk kehidupan yang merdeka, selaras dan untuk sebuah alternatif gaya hidup, merdeka, tanpa negara, tanpa bendera, tanpa panji-panji dan tanpa batas.

Mereka menyatakan diri sebagai kemarahan yang lahir dari kehidupan sekitar yang penuh pandangan seksisme (pengistimewaan /pelecehan terhadap jenis kelamin tertentu), rasialisme, penindasan, kelaparan, penderitaan, kapitalisme dan perusakan lingkungan hidup yang tidak pernah dibicarakan oleh media dan orang-orang kebanyakan.

Punk Skinheads juga menyatakan diri sebagai gaya hidup, memperjuangkan idealisme yang mereka yakini, mencari pelarian, menikmati alkohol dan musik yang fun.

Perlu diperhatikan adalah landasan perilaku kelompok ini, yaitu:

  • Rebeis with a Cause (skinheads identik dengan violence, fight dan pemberontakan)
  • Bovver / Aggro (skins identik dengan ”jika kata-kata tidak bisa menyelesaikan maka kepalan tangan dan boot yang bicara”)
  • Get a Life (skins harus berkeyakinan kuat, optimis pada yang dilakukan dan inginkan, berjuang untuk bertahan hidup dan dinamis)
  • Crucilied Skins (tindakan mentato tubuh dengan lambang crucilied skins sebagai tanda keberhasilan menjadi skinheads selama 3-5 tahun dan telah berjuang mati-matian menghadapi hidup yang banyak tantangan, serangan dan cemoohan)

Rudies mendukung sejarah, cita-cita, penampilan dan nilai-nilai kultur asli skinheads serta menyesuaikan dengan lingkungan kebudayaan dan nasionalisme negara tempat mereka berada.

Skinheads is all about pride for your country, pride for your town and pride for yourself. Skinheads is all about have a fight, listening to good music, going to football matches, drinking and have some fun and laugh.

Demikian sedikit pengetahuan tentang siapa sekelompok anak muda nyentrik yang seringkali di jumpai. Itu jalan hidup yang mereka pilih dengan idealisme yang digenggam kuat.

Terlepas apakah itu pilihan salah atau benar, semua kembali pada Anda untuk bijak bersahaja memahami keberadaan mereka. Jika itu sebuah pilihan salah menurut Anda, tentunya bukan hanya cemoohan yang bisa dilontarkan pada mereka, tetapi apa yang bisa dilakukan untuk mereka.

Juga tidak bisa disalahkan ketika mereka berpikir bahwa pilihan mereka itu benar. Bersama marilah kita menengok kedalaman hati masing-masing untuk memandang segalanya dengan jernih.